Sumo, seni bela diri tradisional Jepang, bukan hanya sekadar pertarungan fisik antara dua pegulat di atas ring, tetapi juga cerminan budaya dan sejarah Jepang yang kaya. Pertandingan sumo dipenuhi dengan ritual-ritual kuno yang menggambarkan kehormatan, spiritualitas, dan pengabdian kepada tradisi. Dari pakaian hingga upacara sebelum pertandingan, sumo tetap menjadi simbol integritas budaya Jepang yang bertahan selama berabad-abad.
Sejarah dan Asal Usul Sumo
Sumo memiliki akar yang sangat dalam di Jepang, dengan jejak pertama dalam sejarah tercatat lebih dari 1.500 tahun lalu. Awalnya, sumo bukan hanya olahraga, tetapi juga bagian dari ritual agama Shinto untuk memohon kesuburan dan kesejahteraan. Sumo berkembang menjadi hiburan istana pada periode Heian (794-1185 M), sebelum akhirnya berubah menjadi olahraga yang lebih terstruktur seperti yang kita kenal saat ini.
Aturan dan Ring Sumo
Sumo dimainkan di atas ring yang disebut dohyo, terbuat dari tanah liat dan ditaburi pasir. Pertarungan berlangsung ketika dua pegulat yang dikenal sebagai rikishi saling berhadapan untuk menjatuhkan atau mengeluarkan lawannya dari ring. Tidak ada kategori berat badan, sehingga pegulat dari berbagai ukuran dapat bertarung satu sama lain. Strategi, kelincahan, dan kekuatan fisik adalah faktor penting dalam meraih kemenangan.
Sebelum pertandingan dimulai, pegulat melakukan berbagai ritual, seperti menaburkan garam ke atas dohyo sebagai tanda penyucian. Ritual ini, yang berasal dari ajaran Shinto, mencerminkan rasa hormat kepada lawan dan dewa-dewa.
Kehidupan Seorang Pegulat Sumo
Menjadi rikishi bukanlah jalan hidup yang mudah. Para pegulat hidup di heya, atau asrama pelatihan sumo, di mana mereka menjalani kehidupan yang disiplin dan penuh pengorbanan. Latihan dimulai sejak pagi buta dan berlangsung berjam-jam, mencakup latihan fisik intensif dan pengembangan teknik. Selain latihan, pola makan para pegulat juga sangat teratur, dengan chanko-nabe—makanan kaya protein—sebagai menu utama mereka untuk menambah massa tubuh.
Pegulat sumo juga diharapkan untuk mematuhi aturan ketat terkait etika dan moralitas, baik di dalam maupun di luar ring. Popularitas dan status sosial mereka tergantung pada prestasi dan perilaku mereka sebagai figur publik yang dihormati.
Makna Spiritual dan Budaya
Sumo lebih dari sekadar olahraga fisik; ia adalah bagian tak terpisahkan dari spiritualitas Jepang. Banyak ritual dalam sumo memiliki akar dalam kepercayaan Shinto, agama asli Jepang. Setiap pertandingan dimulai dengan upacara pembukaan yang dipimpin oleh wasit berpakaian tradisional, yang biasanya melibatkan tarian dan gerakan simbolis untuk menghormati dewa-dewa.
Sumo juga memainkan peran penting dalam festival dan upacara keagamaan di Jepang. Pada beberapa kesempatan, sumo digunakan sebagai sarana untuk memohon berkat, seperti dalam upacara penobatan Kaisar Jepang.
Popularitas Sumo di Dunia Modern
Meskipun sumo adalah olahraga tradisional, ia tetap relevan dan populer hingga hari ini, baik di Jepang maupun di dunia internasional. Turnamen sumo profesional, yang disebut honbasho, diadakan enam kali setahun dan menarik ribuan penonton dari seluruh dunia. Pegulat sumo, terutama yang mencapai peringkat tertinggi seperti Yokozuna, dihormati sebagai pahlawan nasional.
Sumo juga semakin menarik perhatian di luar Jepang, dengan semakin banyaknya penggemar di negara-negara seperti Amerika Serikat, Rusia, dan Mongolia. Beberapa pegulat sumo terkenal, seperti Akebono dan Asashoryu, berasal dari luar Jepang, menunjukkan bahwa sumo telah menjadi olahraga global meskipun tetap mempertahankan esensi budayanya.